Jumat, 23 Mei 2014

Kebudayaan Pop Korea: Pengikis Budaya Bangsa Indonesia?



 

  Kebudayaan adalah hasil karya pemikiran manusia yang dilakukan dengan sadar dalam kehidupan kelompok. Unsur-unsur potensi budaya yang ada pada manusia antara lain pikiran (cipta), rasa, dan kehendak (karsa). Untuk menjadi manusia sempurna, ketiga unsur kebudayaan tersebut tidak dapat dipisahkan. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “Kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup bermasyarakat”.
          Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang memiliki ragam kebudayaan yang cukup variatif dibandingkan dengan bangsa lainnya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan juga dengan pesatnya perkembangan kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia, membuat manusia Indonesia terlena dengan kedatangan kebudayaan asing yang menurut pandangan mereka adalah sebuah kebudayaan yang berkelas dan patut untuk mengikuti setiap trend yang ada. Globalisasi merupakan salah satu faktor terkuat mengapa kebudayaan asing bisa dengan mudah masuk ke Indonesia dan diterima oleh masyarakat Indonesia, dapat kita lihat contoh nyata dari masuknya kebudayaan barat ke Indonesia yang memunculkan banyak tren-tren baru seperti; tren berpakaian, musik, lifestyle dan lainnya.
          Tidak hanya kebudayaan dari barat yang dapat masuk dengan mudahnya ke Indonesia, kebudayaan dari Asia pun tak kalah untuk ikut mewabah di negeri kita ini, seperti kebudayan dari Jepang, Cina dan juga tentunya kebudayaan dari Korea. Belakangan ini, kebudayaan Korea diperkenalkan ke seluruh dunia, bahkan patut diperhitungkan untuk dapat menjadi pesaing kuat bagi Hollywood dan Bollywood pada abad ke-21. Dalam praktiknya pun warga dunia dapat menerima kebudayaan pop Korea ini, bahkan mereka bisa mencapai tahap mencintai dan mengetahui lebih jauh mengenai apa, siapa, dan bagaimana masyarakat dan negara Korea itu sendiri.
          Berbicara tentang budaya tentunya tak jauh terhadap generasi penerus bangsa yang ada di dalamnya yakni generasi muda Indonesia. Fenomena Korean Wave (Hallyu) di Indonesia bukan-lah hal yang sederhana yang hanya menjadi buah bibir semata. Kebudayaan Korea yang masuk ke Indonesia di abad ke-21 ini telah membawa beragam dampak yang cukup signifikan terhadap kebiasaan generasi muda kita. Korea mengemas kebudayaan mereka ke dalam teknik pemasaran Asian Values-Hollywood Style. Artinya, mereka mengemas nilai-nilai Asia yang dipasarkan dengan gaya modern. Hal inilah yang membuat tidak sedikit generasi muda Indonesia dapat menerima kebudayaan Korea tersebut, sebagai buktinya adalah mereka dapat menerima produk drama, musik, film, fashion, bahkan hingga produk industri-industri yang mulai mereka ikuti tren-nya.
          Permasalahan yang ada sekarang adalah, apakah generasi muda yang menyukai budaya Korea itu juga memiliki rasa suka atau bahkan cinta terhadap budaya bangsanya sendiri, yakni budaya bangsa Indonesia sebesar rasa cinta yang mereka miliki terhadap budaya Korea? Dan apakah Korean Wave dapat dikatakan sebagai salah satu pemicu bagi generasi muda sehingga menjadi apatis terhadap budaya bangsanya sendiri?
          Di Indonesia, dominasi kebudayaan Korea masuk melalui peran internet, walaupun memang peran media pun tidak bisa lepas dalam proses mewabahnya kebudayaan Korea di negeri kita. Seperti misalnya peran televisi, radio, dan majalah yang juga menyajikan berbagai topik mengenai kebudayaan Korea yang terkesan trendy dan dapat diikuti oleh generasi muda kita. Berawal dari banyaknya drama Korea yang di tampilkan oleh beberapa channel televisi Indonesia. Namun, hal ini masih kalah signifikan oleh peran internet dalam penyebaran kebudayaan Korea secara bebas, terbuka dan dapat mencakup ranah usia dari dewasa bahkan sampai ke anak-anak.
          Dampak yang paling terlihat dari drama Korea ini terhadap generasi muda Indonesia  salah satunya adalah pada fashion mereka, terhadap tata cara berpakaian mereka sehari-hari yang secara tidak sadar telah mereka aplikasikan dengan berkiblat kepada aktor atau aktris Korea idola mereka. Mereka lebih memilih untuk menggunakan syal di leher mereka ketimbang memakai baju batik asli Indonesia dalam keseharian-nya. Pernahkah terpikirkan oleh mereka bahwa iklim Indonesia dan Korea sangat berbeda, dan tentunya cara berpakaian di Korea pun terkesan kurang “pas” untuk digunakan di Indonesia yang beriklim tropis.
          Dampak yang lainnya masih mengenai drama Korea adalah alih bahasa, “Kami berbahasa satu, Bahasa Indonesia” pada dasarnya fenomena ini memiliki kesamaan dengan dijadikannya bahasa Inggris sebagai bahasa internasional di dunia. Namun di sini yang akan penulis paparkan adalah pada sisi ketertarikan pemuda Indonesia penyuka kebudayaan Korea yang lebih tertarik untuk mempelajari bahasa Korea dan menggunakan bahasa Korea ketimbang menggunakan bahasa Indonesia apalagi untuk mempelajari bahasa Indonesia lebih dalam. Secara tidak langsung ini akan mengikis kemampuan banyak pemuda Indonesia yang sudah terlanjur gemar terhadap kebudayaan Korea dibandingkan untuk memelajari bahasa daerah yang banyak ragamnya di Indonesia ini.
          Tidak hanya drama Korea saja yang mendapatkan perhatian khusus yang tidak sedikit dari generasi muda Indonesia, fenomena girlband dan boyband dari Korea juga menjadi hal baru yang menarik perhatian generasi muda kita. Seperti yang kita ketahui pada umumnya bahwa girlband/boyband dari Korea ini sangat khas dengan koreografi yang total, kompak dan sangat energik dengan musik yang mengiringinya. Ditambah lagi dengan aktor dan aktris yang multi-talenta baik dalam bidang tarik suara maupun dalam bidang menari.
          Dari hal tersebut di atas, sangat jelas bahwa sifat pemuda Indonesia yang masih terbilang labil akan dengan cepat mengimitasi tarian (koreografi) dari setiap girlband/boyband Korea dengan sangat sempurna. Sebagai contoh yaitu gerakan Gangnam Style yang berhasil ditiru oleh hampir kebanyakan anak kecil di Indonesia. Lalu contoh lainnya yaitu koreografi Super Junior yang digandrungi oleh kebanyakan generasi muda yang menyukai tren modern dance dari Korea. Hal ini menyingkirkan jenis tarian tradisional Indonesia yang kalah pamor dengan pesona modern dance dari Korea ini. Generasi muda Indonesia yang menjadi pengagum setia Korean Modern Dance akan lebih tertarik dan lebih handal dalam mempraktikan semua gerakan atau detail dalam koreografi Korean Modern Dance dari pada memelajari tari tradisional semacam Jaipong atau Yapong misalnya.
          Penerimaan kebudayaan korea di Indonesia ini, membentuk suatu kelompok budaya yang baru yaitu kelompok penggemar, melalui kelompok penggemar ini penyebaran budaya pop Korea semakin mewabah di Indonesia, kelompok penggemar menumbuhkan fanatisme pada setiap penggemar yang sudah tergabung dalam kelompok tersebut. Fanatisme inilah yang menjadi cikal bakal besarnya ketertarikan generasi muda penerus bangsa terutama remaja putri untuk lebih mengetahui seluk beluk kebudayaan Korea secara lebih detail.
 





 
          Kebudayaan Korea dapat dikatakan telah mendapatkan tempat di hati generasi muda Indonesia, Korean Wave pun dapat dinikmati gelombangnya oleh kebanyakan generasi muda Indonesia penyuka Korea. Fenomena ini pun sangat mungkin untuk dijadikan sebagai pemicu bagi generasi muda mulai untuk meninggalkan budaya aslinya yakni budaya bangsa Indonesia, Mengapa? Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan, 8 dari 10 generasi muda yang menyukai kebudayaan Korea menyatakan bahwa mereka lebih tertarik untuk mengetahui kebudayaan Korea jauh lebih dalam serta mengikuti tren Korea secara dinamis ketimbang mempelajari kebudayaan Indonesia.
          Hal tersebut di atas sangat mungkin terjadi karena beberapa faktor, diantaranya, kurangnya peran pemerintah dalam melakukan kegiatan promosi kebudayaan bangsa kita terutama terhadap generasi penerus bangsa. Kurang ditanamkannya sifat nasionalisme, rasa mencintai dan memiliki terhadap bangsa sendiri sejak dini, yang berdampak kepada penerimaan segala macam bentuk kebudayaan asing yang tidak diimbangi oleh rasa cinta terhadap budaya bangsa. Dan, timbulnya rasa “gengsi” apabila tidak mengikuti tren budaya yang ada pada masa itu.
          Pengikisan kecintaan atau peminatan generasi muda terhadap budaya bangsa sebenarnya bukan sepenuhnya disebabkan oleh Korean Wave itu sendiri, yang penulis lihat disini adalah Korean Wave hanya menjadi pemicu semakin terkikisnya rasa cinta generasi muda terhadap budaya bangsa. Sedangkan, penyebab utama adalah tidak adanya filterisasi kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia baik oleh pemerintah Indonesia ataupun oleh generasi muda penerus bangsa. Karena tidak adanya filterisasi kebudayaan asing tersebut sehingga membuat generasi muda terlena untuk menerima semua jenis kebudayaan asing tanpa mempertimbangkan kehadiran kebudayaan bangsa Indonesia terutama pada kebudayaan daerahnya.
          Alangkah lebih baik apabila masuknya kebudayaan asing ke Indonesia dibarengi oleh penguatan kebudayaan Indonesia agar terus mengakar di hati generasi muda penerus bangsa. Sebagai contoh, ketika penerimaan kebudayaan Korea semacam fenomena girlband/boyband tetap bisa diselipkan kebudayaan asli Indonesia dalam kostum panggung dan juga dalam koreografinya, dengan memasukkan batik asli Indonesia di aplikasi kostumnya dan gerakan beberapa tarian daerah dalam koreografinya, atau bisa juga memasukkan nada atau lagu khas Indonesia di beberapa bagian dari lagu. Perlu adanya partisipasi kesadaran dari berbagai pihak, baik dari bihak penyaji (entertainer) dari Indonesia, komunitas penggemar kebudayaan (tren) Korea, dan juga tentunya penggemarnya itu sendiri.
          Hal yang terpenting atas fenomena ini adalah bagaimana pentingnya peran generasi muda penerus bangsa untuk dapat bersikap dalam melakukan pemilihan terhadap segala kebudayaan asing yang telah masuk ke Indonesia, dengan tetap mengutamakan eksistensi kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan daerah (tradisional) agar tetap mengakar jelas di hati masing-masing pemuda sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia. Peran pemerintah pun tak kalah pentingnya di sini, untuk gencar melakukan promosi atas kebudayaan daerah aset bangsa kepada generasi muda Indonesia agar tidak berujung kepada apatisme budaya bangsa, karena seperti kata pepatah, “tak kenal maka tak sayang” maka sangat diperlukan pengenalan akan budaya sebagai pondasi awal kecintaan terhadap bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar