Kebudayaan adalah hasil karya pemikiran manusia yang dilakukan dengan
sadar dalam kehidupan kelompok. Unsur-unsur potensi budaya yang ada pada
manusia antara lain pikiran (cipta), rasa, dan kehendak (karsa). Untuk menjadi
manusia sempurna, ketiga unsur kebudayaan tersebut tidak dapat dipisahkan.
Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “Kebudayaan adalah buah
budi manusia dalam hidup bermasyarakat”.
Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang memiliki ragam kebudayaan yang
cukup variatif dibandingkan dengan bangsa lainnya. Namun, seiring dengan
berjalannya waktu dan juga dengan pesatnya perkembangan kebudayaan asing yang
masuk ke Indonesia, membuat manusia Indonesia terlena dengan kedatangan
kebudayaan asing yang menurut pandangan mereka adalah sebuah kebudayaan yang
berkelas dan patut untuk mengikuti setiap trend yang ada. Globalisasi merupakan
salah satu faktor terkuat mengapa kebudayaan asing bisa dengan mudah masuk ke
Indonesia dan diterima oleh masyarakat Indonesia, dapat kita lihat contoh nyata
dari masuknya kebudayaan barat ke Indonesia yang memunculkan banyak tren-tren
baru seperti; tren berpakaian, musik, lifestyle dan lainnya.
Tidak hanya kebudayaan dari barat yang dapat masuk dengan mudahnya ke
Indonesia, kebudayaan dari Asia pun tak kalah untuk ikut mewabah di negeri kita
ini, seperti kebudayan dari Jepang, Cina dan juga tentunya kebudayaan dari
Korea. Belakangan ini, kebudayaan Korea diperkenalkan ke seluruh dunia, bahkan
patut diperhitungkan untuk dapat menjadi pesaing kuat bagi Hollywood dan
Bollywood pada abad ke-21. Dalam praktiknya pun warga dunia dapat menerima
kebudayaan pop Korea ini, bahkan mereka bisa mencapai tahap mencintai dan
mengetahui lebih jauh mengenai apa, siapa, dan bagaimana masyarakat dan negara
Korea itu sendiri.
Berbicara tentang budaya tentunya tak jauh terhadap generasi penerus bangsa
yang ada di dalamnya yakni generasi muda Indonesia. Fenomena Korean Wave
(Hallyu) di Indonesia bukan-lah hal yang sederhana yang hanya menjadi buah
bibir semata. Kebudayaan Korea yang masuk ke Indonesia di abad ke-21 ini telah
membawa beragam dampak yang cukup signifikan terhadap kebiasaan generasi muda
kita. Korea mengemas kebudayaan mereka ke dalam teknik
pemasaran Asian Values-Hollywood Style. Artinya, mereka mengemas nilai-nilai
Asia yang dipasarkan dengan gaya modern. Hal inilah yang membuat tidak sedikit
generasi muda Indonesia dapat menerima kebudayaan Korea tersebut, sebagai
buktinya adalah mereka dapat menerima produk drama, musik, film, fashion,
bahkan hingga produk industri-industri yang mulai mereka ikuti tren-nya.
Permasalahan yang
ada sekarang adalah, apakah generasi muda yang menyukai budaya Korea itu juga
memiliki rasa suka atau bahkan cinta terhadap budaya bangsanya sendiri, yakni
budaya bangsa Indonesia sebesar rasa cinta yang mereka miliki terhadap budaya
Korea? Dan apakah Korean Wave dapat dikatakan sebagai salah satu pemicu bagi
generasi muda sehingga menjadi apatis terhadap budaya bangsanya sendiri?
Di Indonesia,
dominasi kebudayaan Korea masuk melalui peran internet, walaupun memang peran
media pun tidak bisa lepas dalam proses mewabahnya kebudayaan Korea di negeri
kita. Seperti misalnya peran televisi, radio, dan majalah yang juga menyajikan
berbagai topik mengenai kebudayaan Korea yang terkesan trendy dan dapat diikuti
oleh generasi muda kita. Berawal dari banyaknya drama Korea yang di tampilkan
oleh beberapa channel televisi Indonesia. Namun, hal ini masih kalah signifikan
oleh peran internet dalam penyebaran kebudayaan Korea secara bebas, terbuka dan
dapat mencakup ranah usia dari dewasa bahkan sampai ke anak-anak.
Dampak yang
paling terlihat dari drama Korea ini terhadap generasi muda Indonesia
salah satunya adalah pada fashion mereka, terhadap tata cara berpakaian mereka
sehari-hari yang secara tidak sadar telah mereka aplikasikan dengan berkiblat
kepada aktor atau aktris Korea idola mereka. Mereka lebih memilih untuk
menggunakan syal di leher mereka ketimbang memakai baju batik asli Indonesia
dalam keseharian-nya. Pernahkah terpikirkan oleh mereka bahwa iklim Indonesia
dan Korea sangat berbeda, dan tentunya cara berpakaian di Korea pun terkesan
kurang “pas” untuk digunakan di Indonesia yang beriklim tropis.
Dampak yang lainnya
masih mengenai drama Korea adalah alih bahasa, “Kami berbahasa satu, Bahasa
Indonesia” pada dasarnya fenomena ini memiliki kesamaan dengan dijadikannya
bahasa Inggris sebagai bahasa internasional di dunia. Namun di sini yang akan
penulis paparkan adalah pada sisi ketertarikan pemuda Indonesia penyuka
kebudayaan Korea yang lebih tertarik untuk mempelajari bahasa Korea dan
menggunakan bahasa Korea ketimbang menggunakan bahasa Indonesia apalagi untuk
mempelajari bahasa Indonesia lebih dalam. Secara tidak langsung ini akan
mengikis kemampuan banyak pemuda Indonesia yang sudah terlanjur gemar terhadap
kebudayaan Korea dibandingkan untuk memelajari bahasa daerah yang banyak
ragamnya di Indonesia ini.
Tidak hanya drama Korea saja yang mendapatkan perhatian khusus yang tidak
sedikit dari generasi muda Indonesia, fenomena girlband dan boyband dari Korea
juga menjadi hal baru yang menarik perhatian generasi muda kita. Seperti yang
kita ketahui pada umumnya bahwa girlband/boyband dari Korea ini sangat khas
dengan koreografi yang total, kompak dan sangat energik dengan musik yang
mengiringinya. Ditambah lagi dengan aktor dan aktris yang multi-talenta baik
dalam bidang tarik suara maupun dalam bidang menari.
Dari hal tersebut di atas, sangat jelas bahwa sifat pemuda Indonesia yang masih
terbilang labil akan dengan cepat mengimitasi tarian (koreografi) dari setiap
girlband/boyband Korea dengan sangat sempurna. Sebagai contoh yaitu gerakan
Gangnam Style yang berhasil ditiru oleh hampir kebanyakan anak kecil di
Indonesia. Lalu contoh lainnya yaitu koreografi Super Junior yang digandrungi
oleh kebanyakan generasi muda yang menyukai tren modern dance dari Korea. Hal
ini menyingkirkan jenis tarian tradisional Indonesia yang kalah pamor dengan
pesona modern dance dari Korea ini. Generasi muda Indonesia yang menjadi
pengagum setia Korean Modern Dance akan lebih tertarik dan lebih handal dalam
mempraktikan semua gerakan atau detail dalam koreografi Korean Modern Dance
dari pada memelajari tari tradisional semacam Jaipong atau Yapong misalnya.
Penerimaan kebudayaan korea di Indonesia ini, membentuk suatu kelompok budaya
yang baru yaitu kelompok penggemar, melalui kelompok penggemar ini penyebaran
budaya pop Korea semakin mewabah di Indonesia, kelompok penggemar menumbuhkan
fanatisme pada setiap penggemar yang sudah tergabung dalam kelompok tersebut.
Fanatisme inilah yang menjadi cikal bakal besarnya ketertarikan generasi muda
penerus bangsa terutama remaja putri untuk lebih mengetahui seluk beluk
kebudayaan Korea secara lebih detail.
Kebudayaan Korea
dapat dikatakan telah mendapatkan tempat di hati generasi muda Indonesia,
Korean Wave pun dapat dinikmati gelombangnya oleh kebanyakan generasi muda
Indonesia penyuka Korea. Fenomena ini pun sangat mungkin untuk dijadikan
sebagai pemicu bagi generasi muda mulai untuk meninggalkan budaya aslinya yakni
budaya bangsa Indonesia, Mengapa? Berdasarkan hasil wawancara yang penulis
lakukan, 8 dari 10 generasi muda yang menyukai kebudayaan Korea menyatakan
bahwa mereka lebih tertarik untuk mengetahui kebudayaan Korea jauh lebih dalam
serta mengikuti tren Korea secara dinamis ketimbang mempelajari kebudayaan
Indonesia.
Hal tersebut di atas sangat mungkin terjadi karena beberapa faktor,
diantaranya, kurangnya peran pemerintah dalam melakukan kegiatan promosi
kebudayaan bangsa kita terutama terhadap generasi penerus bangsa. Kurang
ditanamkannya sifat nasionalisme, rasa mencintai dan memiliki terhadap bangsa
sendiri sejak dini, yang berdampak kepada penerimaan segala macam bentuk
kebudayaan asing yang tidak diimbangi oleh rasa cinta terhadap budaya bangsa.
Dan, timbulnya rasa “gengsi” apabila tidak mengikuti tren budaya yang ada pada
masa itu.
Pengikisan kecintaan atau peminatan generasi muda terhadap budaya bangsa
sebenarnya bukan sepenuhnya disebabkan oleh Korean Wave itu sendiri, yang
penulis lihat disini adalah Korean Wave hanya menjadi pemicu semakin
terkikisnya rasa cinta generasi muda terhadap budaya bangsa. Sedangkan,
penyebab utama adalah tidak adanya filterisasi kebudayaan asing yang masuk ke
Indonesia baik oleh pemerintah Indonesia ataupun oleh generasi muda penerus
bangsa. Karena tidak adanya filterisasi kebudayaan asing tersebut sehingga
membuat generasi muda terlena untuk menerima semua jenis kebudayaan asing tanpa
mempertimbangkan kehadiran kebudayaan bangsa Indonesia terutama pada kebudayaan
daerahnya.
Alangkah lebih baik apabila masuknya kebudayaan asing ke Indonesia dibarengi
oleh penguatan kebudayaan Indonesia agar terus mengakar di hati generasi muda
penerus bangsa. Sebagai contoh, ketika penerimaan kebudayaan Korea semacam
fenomena girlband/boyband tetap bisa diselipkan kebudayaan asli Indonesia dalam
kostum panggung dan juga dalam koreografinya, dengan memasukkan batik asli
Indonesia di aplikasi kostumnya dan gerakan beberapa tarian daerah dalam
koreografinya, atau bisa juga memasukkan nada atau lagu khas Indonesia di
beberapa bagian dari lagu. Perlu adanya partisipasi kesadaran dari berbagai
pihak, baik dari bihak penyaji (entertainer) dari Indonesia, komunitas penggemar
kebudayaan (tren) Korea, dan juga tentunya penggemarnya itu sendiri.
Hal yang terpenting atas fenomena ini adalah bagaimana pentingnya peran
generasi muda penerus bangsa untuk dapat bersikap dalam melakukan pemilihan
terhadap segala kebudayaan asing yang telah masuk ke Indonesia, dengan tetap
mengutamakan eksistensi kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan daerah
(tradisional) agar tetap mengakar jelas di hati masing-masing pemuda sebagai
bagian dari identitas bangsa Indonesia. Peran pemerintah pun tak kalah
pentingnya di sini, untuk gencar melakukan promosi atas kebudayaan daerah aset
bangsa kepada generasi muda Indonesia agar tidak berujung kepada apatisme
budaya bangsa, karena seperti kata pepatah, “tak kenal maka tak sayang” maka
sangat diperlukan pengenalan akan budaya sebagai pondasi awal kecintaan
terhadap bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar